Dalam pembahasan ini akan diambil salah satu karya sastrawan yang sangat berpengaruh dalam dunia sastra Indonesia, beliau adalah Chairil Anwar dengan karyanya yang berjudul "Tak Sepadan".
Tak Sepadan
Aku kira
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa ahasveros
Dikutuk sumpahi eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka
Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Unggunan api ini
Karena kau tidak'kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka
(Februari 1943, Chairil Anwar)
Dalam puisi ini Chairil Anwar menempatkan dirinya sebagai aku dan yang ia hadapi adalah seseorang yang dekat dengannya, dalam puisi ini sebagai "aku" berangan-angan atau memisalkan takdir yang akan terjadi pada seseorang yang ia bicarakan dalam bait pertama itu, karena terlihat dari perkataan "Aku kira, beginilah nanti jadinya", dan baris selanjutnya adalah ungkapan terusan dari "aku" sebagai yang berbicara dalam puisi itu.
Terlihat juga dalam puisi ini sang "aku" merasakan keputusasaan dalam perjuangannya, dia merasa telah dibebani dengan takdir yang pahit, yang membuat sukar apa yang ia perjuangkan, hal ini terlihat dalam kata dalam puisinya "dikutuk sumpahi eros", dikutuk menyumpahi eros, nah sedangkan eros dalam mitologi yunani adalah salah satu dewa cinta atau dewi kesuburan, sang aku ini dikatakan telah menyumpahi dewa itu sehingga kesuburan dan cinta tidak datang kepada diri sang "aku" sebagai penderita, juga hal itu terlihat di baris selanjutnya "merangkaki dinding buta, tak satu juga pintu terbuka", dalam artian sang "aku" berusaha sekuat tenaga sampai tidak sadar akan dirinya, tapi tak ada satupun jalan keluar untuk dirinya dari kesukaran yang dialaminya.
Pada bait ketiga dilukiskan bahwa sang "aku" ini menyerah akan ketidakpantasan nya terhadap cintanya, karena meski tanpa adanya dia, orang yang ia cintai tidak akan berada dalam kesulitan apapun, terlihat dalam cara pemilihan kata nya "baik juga kita padami, unggunan api ini" unggunan api ini maksudnya adalah perjuangannya atau bahkan hidupnya, lalu di akhir baris dari bait terakhir "aku terpanggang tinggal rangka", maksudnya dia sudah tidak berarti apa-apa sekarang karena lelahnya dia berjuang dan akhirnya dia menyerah maka tidak tersisa apapun dari dirinya hanya tinggal rangka yang mungkin dimaksudkan sebagai penyokong hidupnya, yaitu jiwa dan ruh sang "aku" dalam puisi ini.
Dari analisis puisi tersebut kita bisa menyadari bahwa puisi bukan hanya sekedar kata-kata sederhana yang dibuat asal saja tetapi mengandung makna tersendiri di dalamnya, begitu indah karya yang diciptakan manusia, maka dari itu cobalah berkarya dan menjadi manusia yang berguna.
Mohon maaf bila ada kesalahan tulisan dalam atau pemilihan kata dalam pembahasan ini, terimakasih dan mohon kritik dan saran dari pembaca yang budiman.